SIKKA.SPEKTRUM-NTT.COM|| Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KTPA) dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan baik pada skala Nasional maupun Daerah.
Terhadap peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Tim Relawan Untuk Kemanusiaan meminta Pemerintah dan DPR-RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Tindak Pidana Penghapusan Kekerasan Seksual.
Permintaan ini disampaikan oleh Koordinasi TRUK, Sr. Fransiska Imakulata, SSpS, dalam Jumpa Pers, Senin (6/12/2021).
Sr. Fransiska mengatakan bahwa berdasarkan pada data KomNas Perempuan tahun 2020 tercatat 299.991 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah pengadu ke Komnas Perempuan meningkat drastis sebesar 60 persen yaitu 1.413 kasus di tahun 2019 dan naik menjadi 2.389 kasus di tahun 2020.
Sementara itu di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya Kabupaten Sikka dan Ende, TRUK mencatat dalam 5 (lima tahun terakhir) terdapat 519 korban yang terdiri dari 221 perempuan dewasa dan 298 anak.
Dari 298 anak, jenis kekerasan yang paling dominan adalah kekerasan seksual. Selain kekerasan seksual dan trafficking, TRUK juga menangani kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Khusus untuk kasus KBGO dalam dua tahun terakhir TRUK tangani 15 kasus.
Menurutnya, ada berbagai modus yang digunakan oleh para pelaku dalam memenuhi hasrat dan keinginan nya baik itu kasus kekerasan seksual, trafficking maupun KBGO.
Modus yang dipakai oleh para pelaku dalam kasus kekerasan seksual yakni berupa iming-iming memberikan hadiah berupa barang dan uang, janji untuk dinikahi, bujuk rayu dan memberikan perhatian palsu dengan janji-janji manis.
Kemudian kasus trafficking, ia menjelaskan bahwa biasanya modus yang dipakai oleh para pelaku yaitu perekrutan tenaga kerja untuk tujuan eksplorasi, janji-janji manis dengan iming-iming yang tinggi, dan migrasi tanpa prosedur.
Sementara untuk kasus KBGO, modus yang dipakai biasanya pemalsuan identitas, video call seks, mengirim video-video porno, dan saling tukar foto.
Sebagai upaya pencegahan kasus kekerasan seksual, Ia menghimbau agar masyarakat jauhi konten yang berbau pornografi, terlibat dalam kegiatan sosial masyarakat, dan berpacaran secara sehat.
Sementara untuk trafficking, pihaknya mengharapkan masyarakat dalam berimigrasi harus mengikuti prosedur yang benar, meningkatkan pemahaman tentang trafficking, dan jangan terbuai dengan janji-janji manis.
Sedangkan pencegahan untuk kasus KBGO yakni gunakan handphone untuk hal-hal yang positif dan produktif, hindari konten yang berbau pornografi, berteman dengan orang yang dikenal, memanfaatkan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengembangkan bakat dan taat pada orang tua dan guru.
Heni Hungan, Devisi TRUK menambahkan bahwa khusus untuk 15 kasus KBGO ini menjadi kasus dengan motif terbaru selama masa pandemi berlangsung.
Dikatakan Heni, hal yang sulit dalam proses penyelidikan itu karena motif dan model dalam kasus KBGO baru dan masih ada kekosongan hukum. Sehingga menjadi sulit bagi Aparat Penegak Hukum.
Atas dasar itu pihaknya mendorong agar kasus ini didorong secara litigasi namun disadari betul bahwa Undang-Undang belum menyasar ke model baru ini.
"Ini menjadi tugas kita bersama mendorong Pemerintah dan DPR RI agar mengesahkan RUU TPKS", Ungkapnya.
(**/Oris Raga