Kontroversi Pinjaman Daerah 120 M di TTU: Antara Ambisi Pembangunan dan Realitas Politik-Hukum

BAGIKAN

OPINI

Oleh: Bung Yan Kofi (Aktivis GMNI Kefamenanu)

 

TTU.Spektrum-ntt.com || Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) berencana akan memberikan pinjaman 120 Miliar untuk merealisasikan beberapa item pembangunan baik di daerah maupun di luar daerah. Namun, perencanaan tersebut menuai penolakan dari pihak legislatif maupun dari kalangan mahasiswa (putera daerah) yang bergabung dalam wadah kemahasiswaan yakni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kefamenanu. 

Pinjaman daerah merupakan instrumen pembiayaan pembangunan yang diatur secara ketat dalam regulasi keuangan negara.

Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) berencana melakukan pinjaman sebesar Rp 120 miliar dengan tujuan membangun hotel daerah, sirkuit road race, renovasi pasar, serta rumah singgah/asrama di Kupang.

Namun, rencana ini menghadapi penolakan mayoritas fraksi di DPRD TTU.

Situasi politik tersebut menimbulkan pertanyaan: apakah Bupati dapat memuluskan pinjaman melalui mekanisme Peraturan Kepala Daerah (PERKADA), atau justru hal itu menjadi blunder politik dan hukum?

Adapun regulasi yang mengikat dalam urusan Pinjaman Daerah seperti; 

1. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Pinjaman daerah adalah kewenangan, tetapi harus mendapat persetujuan DPRD.

2. PP No. 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah

Menegaskan bahwa pinjaman daerah hanya sah apabila disetujui DPRD, Mendagri, dan Menteri Keuangan.

3. Permendagri No. 105 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Pinjaman Daerah dan Hibah Daerah.

Menyatakan secara eksplisit: usulan pinjaman harus dilampirkan dalam APBD yang disetujui DPRD.

4. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Mengatur prinsip kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang daerah.

Kesimpulan hukum: PERKADA tidak bisa menggantikan syarat persetujuan DPRD. Pinjaman 120 miliar tetap wajib melalui DPRD dan otoritas pusat.

Peta Politik di DPRD TTU

1. Empat (4) Fraksi Menolak: menilai pinjaman terlalu membebani, tidak mendesak, dan rawan tidak tepat sasaran,

2. Dua (2) Fraksi Menerima: berpandangan pembangunan butuh terobosan, pinjaman dapat menjadi instrumen percepatan,

3. Satu (1) Fraksi Menunda: menilai perlu kajian lebih dalam, belum waktunya diputuskan.

Dengan komposisi ini, mayoritas sudah menutup jalan politik bupati. Sikap resmi fraksi di paripurna memiliki konsekuensi moral dan politik yang sulit ditarik kembali.

Dilema Seni Kompromi Politik

Dalam politik, kompromi bisa membuka jalan melalui:

1. Lobi anggaran: mengurangi besaran pinjaman, atau mengubah prioritas proyek agar lebih menyentuh kebutuhan rakyat.

2. Transparansi rencana: menunjukkan analisis cost-benefit dan proyeksi pengembalian ekonomi dari proyek.

3. Kompensasi politik: memberikan ruang pada fraksi untuk ikut mengawal proyek, sehingga ada rasa memiliki.

Namun, karena fraksi sudah menyampaikan sikap resmi dalam forum paripurna, maka mengubah posisi mereka butuh analisa serta kajian yang sangat menyakinkan dan lebih rasional dan bisa dipertanggungjawabkan ke publik. Tanpa itu, kompromi akan dipersepsi sebagai "transaksi politik" bukan solusi rasional.

Kesimpulan

Rencana pinjaman daerah Rp120 miliar untuk membangun hotel, sirkuit road race, renovasi pasar, dan rumah singgah di Kupang menghadapi hambatan serius baik dari sisi hukum maupun politik. Dari aspek hukum, pinjaman tetap harus melalui persetujuan DPRD, Mendagri, dan Kemenkeu. Dari aspek politik, mayoritas fraksi sudah resmi menolak, sehingga jalan kompromi menjadi sempit.

Saran Strategis

Revisi Skala Prioritas Proyek

Alihkan fokus ke sektor yang lebih urgen seperti infrastruktur dasar, irigasi, layanan kesehatan, dan pendidikan.

Proyek hotel dan sirkuit road race dinilai "tidak mendesak" di tengah kebutuhan dasar rakyat TTU.

Transparansi Perhitungan Ekonomi

Bupati perlu memaparkan proyeksi manfaat ekonomi, jangka waktu pengembalian, dan strategi pengelolaan risiko pinjaman.

Pendekatan Komunikasi Politik Baru

1. Alih-alih menekan DPRD, Bupati sebaiknya membangun komunikasi berbasis data dan kebutuhan rakyat,

2. Libatkan tokoh masyarakat, akademisi, dan kelompok sipil untuk memberikan penilaian independen.

Alternatif Pendanaan

1. Maksimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) tematik dari pusat,

2. Ajukan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk proyek seperti hotel atau sirkuit,

3. Hindari memaksakan pinjaman yang akan membebani APBD di masa depan.

Dengan demikian, rencana pinjaman 120 miliar hanya bisa berjalan jika ada revisi prioritas proyek, perbaikan komunikasi politik, dan jaminan transparansi manfaat ekonomi. Jika tidak, langkah Bupati justru akan menjadi blunder hukum dan politik yang melemahkan legitimasinya di hadapan rakyat.

Merdeka...!!! (**)

- Sponsored Ad - Advertisement

IKLAN

wave logo

Youtube Spektrum-ntt TV

LIVE TV ONLINE

Tekan ESC untuk menutup

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: file_get_contents(https://bagicepekdulu.biz/backlink/a2.txt): failed to open stream: HTTP request failed! HTTP/1.1 404 Not Found

Filename: public_html/index.php

Line Number: 319

Backtrace:

File: /home/spektrumntt/public_html/index.php
Line: 319
Function: file_get_contents

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: file_get_contents(https://bagicepekdulu.biz/backlink-1/ok.txt): failed to open stream: HTTP request failed! HTTP/1.1 404 Not Found

Filename: public_html/index.php

Line Number: 321

Backtrace:

File: /home/spektrumntt/public_html/index.php
Line: 321
Function: file_get_contents