Mimpi Soekarno, Habibie, dan Stigma PKI

Oleh : John Alfred Mesach.

 (Pengurus Pusat PMKRI)

spektrum-ntt.com || Di tengah Pandemi Global ini mata kita kembali dikejutkan dengan aksi pembakaran bendera PKI (Partai Komunis Indonesia) beberapa waktu lalu yang merupakan salah satu partai besar di era Soekarno, sebagai respon atas Rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila(RUU HIP) yang dicurigai oleh publik bahwa ada maksud untuk mencabut TAP MPR no XXV tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang di wilayah NKRI serta larangan akan ajaran komunisme/Marxisme-leninisme.

Saya tidak ingin menggugat soal fakta-fakta sejarah hingga lahirnya Tap MPR tersebut dan dalang aksi penculikan 7 jenderal TNI yang kemudian dinamakan Gerakan 30 September PKI (G30S PKI) 1965 dan berujung PKI menjadi tertuduh sebagai pelaku pemberontakan yang ingin mengantikan ideologi pancasila dengan ideologi komunisme meskipun catatan sejarah lain menyebutkan bahwa aksi tersebut merupakan campur tangan dari CIA untuk menggulingkan rezim Soekarno yang sangat tertutup dengan investasi dari negara asing termasuk Amerika.

Terlepas dari polemik sejarah 1965 dan polemik RUU HIP saat ini yang kemudian membangkitkan kembali memori kita tentang PKI lewat aksi protes dari berbagai Ormas Islam seperti NU, Muhamadiyah, dan MUI. bahkan ada ormas yang membakar bendera PDIP karena menuding partai PDIP pro PKI lantaran mengusulkan RUU HIP tersebut. Meski akhirnya pembahasan RUU HIP ini ditunda oleh DPR namun Partai PDIP masih tetap konsisten untuk menempuh jalur hukum terhadap aksi pembakaran bendera partainya. 

Dari hiruk pikuk yang belum usai ini saya mencoba mengambil hikmah positifnya saja bahwa polemik saat ini juga bisa dijadikan sebagai momentum pembelajaran sejarah bagi generasi muda saat ini dengan memberi secarik catatan dari sisi yang lain bahwa atas nama penumpasan PKI jugalah yang menyebabkan mimpi-mimpi besar Presiden Soekarno dalam membangun bangsa Indonesia menjadi sia-sia dan menyebabkan Indonesia masih tertinggal dari negara-negara ASIA yang lain seperti CINA yang memproklamasikan kemerdekaannya empat tahun kemudian setelah Soekarno membacakan teks proklamasi. 

Tentu tulisan ini bukan untuk membenarkan PKI dan ajaran komunisme karena kita meyakini Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup berbangsa. namun, tulisan ini hanya ingin mengingatkan kembali memori kita bahwa kita pernah kehilangan satu generasi emas yang disiapkan Bung Karno untuk mengisi kemerdekaan Indonesia demi mewujudkan mimpi-mimpinya.

MIMPI SOEKARNO.

Mimpinya Soekarno ingin menjadikan Indonesia sebagai Macan Asia yang berdiri diatas kaki sendiri(berdikari) dengan dasar Trisakti yakni Berdaulat secara politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Tentu optimisme ini bukanlah tanpa dasar Soekarno tahu bahwa negeri ini sangat kaya akan sumber daya alam namun saat itu SDM Indonesia yang masih terbatas ditambah stabilitas ekonomi dan politik yang belum kondusif menjadi tantangan bagi soekarno.

Dengan kondisi ekonomi yang belum stabil dimana angka kemiskinan pun masih tinggi Soekarno tetap menolak investasi negara luar sambil menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing dan menyiapkan sumber daya manusia sendiri untuk mengelola berbagai potensi SDA indonesia. Ia percaya bahwa kemajuan SDM harus menjadi dasar pembangunan, sehingga sejak awal tahun 50an Ia gencar mengirim mahasiswa untuk melanjutkan studi di luar negeri dengan syarat kembali dan membangun Indonesia.

Tentu langkah ini sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi namun kepiawaiannya dalam berpidato dan mengagitasi masa membuat rakyat yang masih melarat saat itu lupa untuk protes hanya dengan satu kalimat "kita masih dalam suasana revolusi dan revolusi belum berakhir". Lewat kalimat ini Soekarno seolah ingin berkata bahwa kita tahan lapar dulu demi anak kita yang saat ini masih kuliah di luar negeri biar nanti mereka pulang barlah kita membongkar emas dan minyak bumi kita untuk kita jual sendiri dan pakai sendiri daripada suruh orang lain bongkar nanti kita hanya dapat sisa. Ironisnya justru itu yang terjadi saat ini, kita dapat sisa.

Dalam kepemimpinan politiknya, Soekarno pun harus berhadapan dengan ketegangan antara golongan Islam dan komunis yang sering memicu konflik horizontal bahkan menimbulkan korban jiwa dari dua golongan ini. Namun Soekarno yang sadar bahwa baik Islam maupun komunis turut berkontribusi dalam masa pergerakan kemerdekaan Indonesia sehingga tetap mengupayakan penyatuan antara 3 golongan yang berpengaruh saat itu lewat kampanye NASAKOM(Nasionalis, Agama, Komunis) dengan mencari titik temu antara tiga golongan ini. Inilah yang kemudian mengakibatkan belakangan oleh orde baru Soekarno dituduh dekat dengan PKI Pasca tragedi G30S PKI sehingga harus menghabiskan sisa hidupnya sebagai tahanan rumah sampai wafat.

HABIBIE

B.J Habibie adalah salah satu dari ribuan mahasiswa yang dikirim Soekarno ke luar negeri untuk melanjutkan studi sesuai bidang keahlian masing-masing, namun akhirnya mereka tidak kembali ke tanah air lantaran dituduh pengikut Soekarno dan PKI Padahal mereka yang dikirim ini adalah mahasiswa berprestasi dan terpilih, ini terbukti dari kejeniusan Habibie yang pernah mempersembahkan pesawat N250 buatannya sebagai karya putera Indonesia yang sempat mengguncang mata dunia, Sebelum akhirnya menjabat presiden menggantikan Soeharto. Nama Habibie seolah menjadi representasi Generasi Emas era Soekarno dalam memajukan industri strategis dalam negeri yang kini hanya menjadi kebanggaan semu.

Mahasiswa yang dikirim ini terbagi dalam berbagai disiplin ilmu yang penting seperti Listrik, elektronika, pertambangan, perminyakan, bahkan antariksa yang sempat membuat Soekarno optimis untuk membangun Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional(LAPAN) pada 1963 untuk memusatkan aspirasi dan wacana keantariksaan saat itu. Soekarno serius ingin menempatkan Indonesia dalam peta penjelajahan luar angkasa sebagaimana laporan Antara 3 Desember 1965 yg tercatat dalam dayli report, Foreign radio broadcasts, edisi 231-235 terbitan Central Intelligence Agency(CIA) seokarno menginstruksikan jajarannya untuk mempersiapkan misi astronout Indonesia pada tahun 1968 atas obsesinya terhadap persaingan Rusia dan Amerika saat itu yang bersaing mengirimkan astronout mereka ke luar angkasa.(dw.com Soekarno dan angan-angan keantariksaan Indonesia)

Namun semua ini menguap begitu saja pasca tragedi 1965 dan ketika Orde baru mulai berkuasa semua mahasiswa yang dikirim Soekarno ini akhirnya memilih menetap di luar negeri lantaran dituduh pengikut Soekarno dan PKI. Disinilah awal kemunduran Indonesia sehingga ketika kerang investasi asing dibuka pada tahun 1967 oleh Soeharto, para investor akhirnya membawa tenaga ahli dari luar yang karena memang tenaga ahli kita takut kembali ke tanah airnya sehingga mengakibatkan hasil eksploitasi Sumber daya alam Indonesia yang besar-besaran itu hanya meninggalkan sekian persen saja untuk Indonesia salah satunya seperti Tambang Emas terbesar di dunia yang ada di Papua yang dikelola oleh P.T Freeport sejak tahun 1967 sampai 2017 Indonesia hanya mendapat sekitar 10%. Ini baru salah satunya belum lagi sektor lain seperti minyak bumi dan batu bara yang bernasib serupa.

STIGMA PKI.

Sejak orde baru berkuasa PKI mengalami kehancuran total dan dibasmi baik dari organisasinya, pengikut, hingga simpatisan yang ironisnya sebagian korban justru tidak memahami apa itu komunisme terutama masyarakat awam yang kebetulan adalah keluarga dari anggota dan simpatisan PKI. 

Orde baru berhasil membentuk stigma PKI sebagai musuh bersama dari semua golongan hingga MPRS pun mengeluarkan Tap MPRS no XXV tahun 1966 sebagai landasan konstitusionalnya. Inilah yang mengakibatkan pembantaian terhadap ribuan korban PKI dan ratusan tahanan politik yang mendekam di penjara selama puluhan tahun tanpa memperoleh kesempatan hidup layak sebagaimana warga Indonesia lainnya. Dalam periode ini Indonesia meninggalkan catatan pelanggaran HAM terbesar dalam lembaran sejarah perjalanan bangsa.

Rezim orde baru juga mereduksi stigma PKI ini menjadi alat untuk melakukan Desoekarnoisme yakni upaya menghilangkan sejarah tentang Soekarno. Sebagaimana kita ketahui dari cerita para senior bahwa mendengarkan pidato Soekarno di era orde baru saja bisa berurusan dengan pihak keamanan. Bahkan untuk kepentingan politik elektoral pun Stigma PKI juga dipakai Soeharto untuk menekan lawan politiknya dengan tuduhan pengikut PKI selama orde baru berkuasa.

Kondisi inilah yang menyebabkan para pelajar di luar negeri saat itu seperti Habibie dan teman-temannya memilih untuk tidak kembali ke Indonesia karena khawatir nasibnya akan berakhir sebagai tahanan politik atau bahkan dibunuh, padahal merekalah Generasi Emas yang disiapkan Soekarno untuk membangun bangsa Indonesia yang berdikari. Pada masa inilah sebenarnya Indonesia mengalami masa kebocoran intelektual. Hanya Habibie yang kemudian pulang ke tanah air itupun justru karena dipanggil sendiri oleh Soeharto untuk membangun industri strategis Indonesia yang pada akhirnya dimatikan dimatikan sendiri oleh Soeharto. Mungkin Inilah alasan komedian Abdur menjadikannya materi dalam stand up komedi bahwa "Indonesia ini hebat bisa punya orang jenius seperti Habibie tapi malah Jerman yang dapat ilmunya. Lalu indonesia dapat apa? Antrian panjang nonton Filmnya"

Di era Pemerintahannya Presiden Gus Dur pernah menghimbau agar para Eksil(orang indonesia di luar negeri korban Peristiwa G30S PKI) untuk kembali ke tanah air dan melakukan rehabilitasi nama sesuai Inpres no 1 tahun 2000 tentang permasalahan orang-orang Indonesia di luar negeri yang terhalang pulang ke tanah air sejak terjadinya peristiwa G30S. Namun ketika ini diumumkan mereka terlanjur beranak pinak di luar negeri, sebagian sukses bekerja dan memiliki kewarganegaraan lain di Eropa yang relatif lebih maju dan yang lain sudah tutup usia.

SIMPULAN SARAN.

Isu PKI yang muncul kembali beberapa waktu setelah reformasi ini memberi kita warning bahwa betapa kuatnya memori kolektif ini ditanamkan di era orde baru terutama bagi golongan yang merasakan langsung luka dari PKI terutama saat pemberontakannya pada tahun 1948. Namun dari ulasan singkat ini saya justru ingin memberikan catatan lain yang semestinya bisa juga dijadikan memori kolektif bagi generasi saat ini dan yang akan datang bahwa atas nama penghapusan PKI jugalah yang mengakibatkan mimpi-mimpi besar Soekarno yang diinvestasikan dalam pembangunan SDM bagi Generasi Emas seperti Habibie dan teman-temannya menjadi sia-sia karna stigma PKI yang justru dieksploitasi oleh kekuasaan yang otoriter orde baru.

ketika menemukan Fakta-fakta sejarah ini dan melihat kiprah negara-negara ASIA di panggung politik dunia seperti CINA yang hari ini ekonominya tumbuh menjadi raksasa dan bersaing ketat dengan negara adikuasa seperti Amerika, saya justru merasa seolah Cina adalah manifestasi dari negara ASIA yang ada dalam mimpi Soekarno saat itu tentang Macan Asia. bagaimana tidak, jika seandainya Habibie dan teman-temannya itu dapat menyelesaikan studinya dengan baik dan kembali ke tanah air serta membangun Industri strategis secara mandiri dan mengelola sendiri SDA indonesia tentu kita bisa membayangkan ekonomi Indonesia hari ini seperti apa.

Ironisnya yang terjadi saat ini, indonesia hanyalah menjadi negara pasar bagi negara-negara industri dan pengekspor barang mentah dan barang setengah jadi bagi negara-negara industri karena memang kita gagal tumbuh menjadi negara industri kekurangan kekurangan tenaga ahli. Investasi asing yang masuk sejak tahun 1967 justru mengakibatkan ketergantungan kita pada bangsa lain, ditambah utang luar negeri kita yang kian melonjak membuat bangsa kita kehilangan kedaulatan ekonominya. Meminjam kalimat puisi sastrawan W.S Rendra bahwa "bangsa kita kini seperti dadu, terperangkap didalam kaleng hutang yang dikocok-kocok bangsa adikuasa tanpa kita bisa melawan"

Memandang potret bangsa seperti saat ini pola pembangunan Soekarno mungkin masih sangat relevan khususnya untuk mengembangkan SDM sebagai landasan pembangunan sektor lain ketimbang membahas RUU HIP yang justru menuai polemik, apalagi dengan dalil ingin memperkokoh Pancasila terhadap pengaruh ideologi Islam radikal. Sepertinya negara ini juga perlu belajar dari Motto pegadaian "mengatasi masalah tanpa masalah"

Kita tentu menghormati perjuangan dan ide-ide besar Soekarno namun sejarah telah mencatat bahwa NASAKOM tidak dapat diberlakukan di Indonesia sehingga muncul Tap MPRS no XXV Tahun 1966 sebagai landasan konstitusionalnya biarlah ini tetap tertulis toh waktu dan peradaban zaman akan dengan sendirinya menggugat relevansinya misalnya soal larangan ajaran marxisme-leninisme apakah masih relevan di Era revolusi industri 4.0 ini dimana semua buku-buku kiri sudah terbuka dan dapat diakses oleh siapapun, dengan alasan ini Kadang saya merasa lucu membaca berita soal rasia buku-buku kiri oleh pihak keamanan. Oleh karena itu memperkokoh Pancasila hari ini bukan lagi soal memperdebatkannya pada tataran ideologi tetapi sudah saatnya mengimplementasikannya sebagai way of life bagi setiap elemen bangsa. Untuk itu semestinya yang direvisi adalah UU yang justru melegitimasi negara untuk bertindak diluar dari nilai-nilai luhur Pancasila atas nama pembangunan..semoga (**/red