Belu.Spektrum-ntt.com || PATRIA Belu dan keluarga Korban juga akan bersinergi dengan KOMPAK (Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia untuk melaporkan dugaan Penggelapan Sertifikat Tanah milik Gaspar Tae (almarhum) kepada KOMNAS HAM, Ombudsman-RI dan Komisi Pemberantasan Anti Korupsi (KPK) Republik Indonesia.
Hal itu dilakukan karena pembangunan Puskesmas Rafae juga menggunakan dana yang cukup signifikan. Sumber dana yang mungkin bersumber dari APBN ataupun APBD Kabupaten Belu untuk pembangunan gedung Puskesmas Rafae juga harus dikawal karena diduga ada kejanggalan dan terkait proses pengadministrasian pembangunan gedung puskesmas tersebut harus ditelusuri.
Ketua Patria Belu, Ferdinandus Naiaki, melalui pernyataan tertulisnya kepada media ini, Jumat(24 Mei 2024) menyampaikan bahwa, sebelumnya pihak PATRIA Belu telah mendampingi keluarga korban Gaspar Tae (almarhum) menghadiri Rapat Dengar Pendapat di kantor DPRD Belu untuk klarifikasi.
"RDP dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2024 di Ruang Komisi I DPRD Belu. Rapat tersebut menghadirkan berbagai pihak guna memberikan klarifikasi terkait pembangunan Puskesmas Rafae, pada dokumen berita acara penyerahan tanah untuk pembangunan puskesmas di Desa Rafae, sebagaimana yang disampaikan oleh Bidang Pengelolaan Aset Daerah Kabupaten Belu yang diduga cacat administrasi karena ditemukan ketidaksinkronan, yang mana pembangunan puskesmas di Desa Rafae menurut keluarga kandung Gaspar Tae (almarhum) mengaku tidak pernah ada surat penyerahan tanah yang buat dan diberikan untuk pembangunan puskesmas di Desa Rafae sejak almarhum masih hidup atau oleh keluarga kandung almarhum," katanya.
Pria muda yang akrab disapa Feros itu melanjutkan, diduga surat penyerahan tanah yang dibuat dan diberikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Belu untuk pembangunan gedung Puskesmas Rafae adalah sebuah konspirasi yang terstruktur, sistematis dan perlu juga diduga.
"Jangan sampai ada oknum-oknum yang bermain mata dan tidak transparan dalam penggunaan anggaran pembangunan Puskesmas di Desa Rafae," pungkasnya.
Dikatakan Feros, misalkan adanya pembangunan gedung pemerintah diatas tanah milik warga, seharusnya ada biaya yang harus diberikan kepada pemilik tanah (biaya sirih pinang) sebagai bentuk penghargaan atau ucapan terima kasih kepada warga atau pemilik tanah atas kerelaan memberikan tanahnya dan ini wajib di kawal karena kalau misalkan ada dana atau biaya seperti itu tentunya juga pasti dipertanggungjawabkan kepada negara.
"Benar bahwa, PATRIA Belu bersama keluarga korban akan berkolaborasi dengan KOMPAK Indonesia untuk melaporkan kasus penggelapan sertifikat tanah yang diduga juga ada tindak Pidana Korupsi disana dan hal akan kita laporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Ombudsman RI dan KPK RI. Langkah inilah yang akan kita ambil untuk mencari kebenaran dan keadilan," ungkap Ketua Patria Belu.
Ia juga mengaku bahwa di dalam penanganan kasus tersebut PATRIA Belu dan juga keluarga korban telah membangun komunikasi dan kerja sama dengan KOMPAK Indonesia yang di ketuai oleh Bapak Gabriel Goa. Hal ini dilakukan agar dalam proses pencarian keadilan bagi keluarga korban dapat terwujud.
"Kita (PATRIA Belu dan keluarga korban telah membangun komunikasi dan kerja sama dengan KOMPAK Indonesia di proses penanganan kasus ini. Upaya ini dilakukan demi keadilan bagi keluarga korban. Kita berharap agar keadilan itu dapat terwujud," tandas Feros.
Sementara, Gabriel Goa selaku Ketua KOMPAK Indonesia seusai mendengarkan penjelasan dari pihak Patria Belu, juga mengakui akan adanya tindak lanjut yang dilakukan oleh PATRIA Belu. Keluarga korban yang berkolaborasi dengan KOMPAK Indonesia dalam proses penyelesaian kasus penggelapan sertifikat tanah.
Gabriel juga mengatakan bahwa dalam waktu dekat PATRIA Belu dan juga Keluarga Korban yang berkolaborasi dengan KOMPAK Indonesia melaporkan persoalan ini ke Komnas HAM Ombudsman RI dan KPK RI.
Untuk diketahui, kasus penggelapan sertifikat tanah milik Gaspar Tae (almarhum) yang diduga dilakukan oleh mantan Kepala Desa Rafae dua periode Yoseph Tefa dan pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Belu bermula dari sertifikat tanah dengan luas kurang lebih 9.000 M2 dan bersertifikat sejak tahun 1995 itu pada Tahun 2008 dipinjam oleh mantan Kepala Desa Rafae dari keluarga dengan alasan untuk melihat batas-batas tanah. Namun diluar pengetahuan keluarga pada tahun 2011 atau diatas tanah tersebut dibangun gedung Puskesmas yang kini disebut Puskesmas Rafae.
Proses Pembangunan gedung Puskesmas tersebut sempat menuai protes sebanyak 6 enam kali oleh keluarga almarhum Gaspar Tae, tetapi aksi protes tersebut seperti tidak dihiraukan. Pada tahun 2018 pihak pemerintah kemudian melanjutkan pembangunan diatas tanah tersebut.
Atas tindakan tersebut, pihak keluarga sempat mengadukan hal itu kepada Polres Belu, melalui Posek Raimanuk. Tidak hanya itu, bahkan pihak keluarga sempat juga mengadukannya ke DPRD Belu dan Bupati Belu pada tahun 2018.
Sedangkan, pada Tanggal 9 Desember 2019 pihak keluarga akhirnya mendatangi Puskesmas Rafae dan bertemu dengan Kepala Puskesmas Rafae saat itu untuk menanyakan sertifikat tanah yang telah diserahkan oleh Yoseph Tefa kepada pihak puskesmas. Namun kepada pihak keluarga hanya diberikan satu rangkap copyan sertifikat.
Selain copyan sertifikat, pihak keluarga juga diberikan satu lembar copyan surat serah terima tanah dari Kepala Desa Rafae kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu untuk menuntut hak mereka atas tanah tersebut.
Selanjutnya, pihak keluarga kemudian meminta Perkumpulan Alumni Mahasiswa Republik Indonesia (PATRIA) Belu dan Jaringan Aktivis Muda (JAM) Belu untuk menyuarakan dan menuntut keadilan.
Pada hari Senin, tanggal 13 Mei 2024 Perkumpulan Alumni Margasiswa Republik Indonesia dan Jaringan Aktifis Muda Belu bersama keluarga Gaspar Tae (almarhum) melakukan aksi demonstrasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Belu dan juga di Gedung DPRD Belu.
Adapun beberapa tuntutan yang bacakan dalam aksi tersebut, antara lain :
1. Mendesak dan menuntut pelaku yang diduga Mantan Kepala Desa Rafae yaitu Yoseph Tefa untuk mengembalikan sertifikat tanah asli milik almarhum Bapak Gaspar Tae kepada anak kandungnya selambat-lambatnya 3 x 24 jam,
2. Mendesak dan menuntut yang diduga Mantan Kepala Desa Rafae untuk bertanggungjawab atas hilangnya nilai ekonomi atas penggusuran tanah, pembabatan tanaman dan atau pohon-pohon jati yang ditanam oleh Alm. Gaspar Tae semasa hidupnya di tanah bersertifikat tersebut,
3. Mendesak dan menuntut pelaku yang diduga Mantan Kades Rafae untuk mengganti kerugian atas kerugian ekonomi hilangnya pemanfaatan tanah yang dialami oleh Alm. Gaspar Tae bersama keluarga atau anak kandungnya,
4. Mendesak dan menuntut pihak Badan Pertanahan-RI Kabupaten Belu untuk membatalkan proses penerbitan sertifikat tanah atas nama Pemda Belu yang diduga sementara dalam proses pembuatan sertifikat karena dianggap cacat administrasi dan melanggar Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP dan Pasal 378 KUHP.
Tuntutan itu kemudian mendapat perhatian dan tanggapan dari Anggota DPRD Kabupaten Belu, hingga pada Kamis, 16 Mei 2024 Perkumpulan Alumni Margasiswa Republik Indonesia dan Jaringan Aktifis Muda Belu dan pihak keluarga akhirnya dipertemukan di Kantor DPRD Belu dengan Mantan Kepala Desa Rafae, Mantan Kepala Dinas Kesehatan, Pihak Kecamatan Raimanuk, Pihak Dinas Kesehatan, Mantan Kepala Puskesmas Rafae, Badan Pengelolaan Aset Daerah, Pihak Puskesmas Rafae, Kepala Desa Aktif Desa Rafae dan beberapa saksi yang mengetahui batas tanah milik almarhum Gaspar Tae oleh DPRD Belu Komisi 1.
Namun dari kesepakatan bersama yang telah dibuat, ternyata kemudian didiamkan dan tidak ditindak lanjuti. Oleh karenanya PATRIA Belu bersama keluarga korban Gaspar Tae (almarhum) yang berkolaborasi dengan Lembaga Bantuan Hukum Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia bersikap untuk melaporkan kasus penggelapan sertifikat tanah yang diduga dilakukan oleh mantan Kepala Desa Rafae dan Dinas Kesehatan Kabupaten Belu dalam hal ini Puskesmas Rafae ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ombudsman RI. (**)
Editor : ET-85