Tantangan Dan Solusi Terhadap Gerakan Literasi Di Daerah Tertinggal (3T)

BAGIKAN

Artikel ini ditulis oleh : Imanuel Kamlasi (Mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Pendidikan Bahasa, Fakultas Bahasa Dan Seni Pada Universitas Negeri Semarang) dan juga salah satu dosen yang mengabdikan diri pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Timor.

 

Pendahulaun

Literasi telah menjadi masalah serius di negara kita tercinta, Republik Indonesia, selama beberapa tahun terakhir. Data dari Program for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa Indonesia berada di posisi ke 62 dari 70 negara dalam hal kemampuan literasi siswa. Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi masalah serius dalam hal kemampuan literasi. 

Angka ini menggambarkan akumulasi kemampuan literasi dari seluruh wilayah Indonesia. Kondisi geografis Indonesia yang unik membuat pemerataan distribusi buku menjadi tantangan tersendiri yang menyebabkan anak-anak yang tinggal di daerah terpencil menjadi tertinggal. Infrastruktur seperti perpustakaan, ruang baca, buku, listrik, dan koneksi internet menjadi sumber masalah literasi di daerah tertinggal. 

Akses ke sekolah juga ikut berkontribusi terhadap tingginya masalah literasi. Liu (2021) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat literasi di daerah tertinggal adalah status keuangan, perbedaan gender, tantangan kesehatan, dan intervensi kebijakan. Namun, masalah-masalah tersebut tidak mematahkan semangat para guru untuk mengembangkan sumber daya manusia Indonesia di daerah tertinggal.

 

Kebijakan Pemerintah

Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa melalui penerapan peraturan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti yang secara implisit menyatakan gerakan literasi nasional yang di dalamnya terdapat program 15 menit membaca sebelum pelajaran dimulai di pagi hari. 

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan minat baca siswa dan meningkatkan kemampuan membaca siswa. Sebagai tindak lanjut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan Gerakan Literasi Nasional pada tahun 2016. Undang-undang nomor 3 tahun 2017 secara implisit menyatakan gerakan literasi nasional yang dilaksanakan di semua tingkatan sekolah di seluruh wilayah Indonesia. 

Pelaksanaan gerakan literasi sekolah diharapkan dapat meningkatkan budaya atau kebiasaan membaca. Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) nomor 033/H/KR/2022 membahas tuntas tentang implementasi gerakan literasi sekolah. Keputusan ini menyatakan bahwa literasi merupakan salah satu indikator perkembangan siswa Indonesia, sehingga literasi diterapkan di semua mata pelajaran. 

Melalui penerapan gerakan literasi sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa. Pemerintah daerah juga mendukung gerakan literasi ini melalui peraturan daerah untuk menyukseskan program ini. Pertanyaan yang muncul di benak saya adalah sejauh mana dukungan pemerintah daerah terhadap program ini? Gerakan literasi membutuhkan tanggung jawab dari pemerintah daerah, sekolah, orang tua, masyarakat, dan para pemangku kepentingan untuk ikut serta dalam program ini.

 

Daerah Tertinggal

Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal (lihat peraturan presiden nomor 63 tahun 2020). Daerah Tertinggal harus memenuhi persyaratan seperti ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, pendanaan, aksesibilitas, dan karakteristik daerah. 

Di banyak negara, pembangunan daerah tertinggal merupakan kunci dari pembangunan nasional (Cátala, 1969), sehingga faktor demografi dan ekonomi dianggap sebagai sumber masalah. Hidup di daerah tertinggal merupakan tantangan bagi masyarakat untuk hidup setara dengan orang lain yang tidak tinggal di daerah tertinggal. Mengajar di daerah tertinggal telah menjadi pekerjaan yang mulia bagi para guru. Daerah tertinggal memiliki banyak karakteristik yang tidak lengkap seperti infrastruktur; referensi; koneksi internet; akses untuk pergi ke sekolah; peralatan teknologi; sumber daya manusia; ekonomi dan lain sebagainya. 

Disisi lain, masalah yang ada di daerah tertinggal adalah masalah yang lengkap. Meskipun ada begitu banyak tantangan yang dihadapi di daerahtertinggal, namun para guru memiliki semangat untuk mengajar para siswa dalam hal literasi. Oleh karena itu, saya perlu mengapresiasi upaya mereka dalam mengembangkan sumber daya manusia di daerah tertinggal. Kita tidak bisa membayangkan betapa sulitnya para guru menjalankan gerakan literasi di tengah kondisi infrastruktur yang belum memadai.

 

Tantangan Dalam Gerakan Literasi

Implementasi Gerakan Literasi Nasional di daerah tertinggal menjadi tantangan tersendiri bagi para guru. Fenomena ini menjadi masalah bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia. 

Baru-baru ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan Gerakan Literasi Nasional yang dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia termasuk di daerah tertinggal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui kegiatan membaca. 

Indeks aktivitas literasi membaca dari 34 provinsi pada tahun 2019 menunjukkan bahwa Nusa Tenggara Timur termasuk dalam kategori rendah (Solihin, dkk. 2019). CNN Indonesia ( 2 Maret 2023) melaporkan bahwa literasi dan numerasi di provinsi Nusa Tenggara Timur masih berada di tingkat yang rendah (https://app.cnnindonesia.com/). 

Kita tidak dapat memungkiri pencapaian ini, namun yang paling penting adalah kita perlu merefleksikan dan mencari solusi untuk mengatasi masalah ini. Berbeda dengan Liputan 6 (14 Oktober 2022), media ini melaporkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 bahwa Nusa Tenggara Timur berada di posisi ke-8 dari 34 provinsi di Indonesia yang gemar membaca.

Mereka menghabiskan waktu 5 jam per minggu dan membaca 4-5 buku dalam kurun waktu tiga bulan (https://www.liputan6.com/). Data-data tersebut meyakinkan kita bahwa gerakan literasi di daerah tertiggal masih menjadi masalah dan tantangan bagi para guru. 

Permasalahan yang ditemukan di daerah tertiggal seperti yang telah disebutkan di bagian sebelumnya telah menjadi beban bagi para guru. Permasalahan yang sangat lengkap ini diyakini menjadi sumber masalah dalam gerakan literasi. Buku diklaim sebagai kebutuhan mendasar bagi kegiatan literasi. 

Aksesibilitas untuk pergi ke sekolah menjadi masalah yang sangat sulit karena banyak siswa yang menempuh jarak berkilo-kilo meter untuk sampai ke sekolah dengan berjalan kaki. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu berjalan kaki ke sekolah daripada belajar. Pada musim hujan, banyak siswa tidak dapat pergi ke sekolah karena mereka harus menyeberangi sungai atau melalui jalan lumpur. 

Banyak orang tua yang tidak dapat membeli komputer atau telepon genggam untuk mendukung anak-anak mereka karena mereka dikategorikan dalam tingkat ekonomi yang rendah. Jaringan listrik belum masuk ke seluruh pelosok desa dan tentu saja banyak kegiatan yang dilakukan secara manual, termasuk kegiatan membaca. 

Banyak orang tua beranggapan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab guru sehingga orang tua tidak dapat berkontribusi dalam kegiatan literasi bagi anak-anak mereka. Mereka tidak mengajarkan mereka membaca di rumah; mereka hanya mengirim mereka untuk pergi ke sekolah dan belajar di sekolah selama beberapa jam saja. Kasus ini diklaim sebagai lepas kontrol dan tidak ada tanggung jawab dari orang tua. 

Sangat sedikit orang tua yang dapat mendukung literasi anak-anak mereka, terutama dalam kegiatan membaca. Pengalaman saya ketika mendampingi Sekolah Penggerak di daerah pedalaman, saya menemukan sejumlah masalah literasi dengan nilai yang rendah (warna merah) pada Rapor Pendidikan. 

Sebaliknya, saya menemukan upaya-upaya yang dilakukan oleh para guru untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa. Oleh karena itu, saya mengapresiasi semangat para guru dalam meningkatkan kemampuan literasi siswa.

 

Solusi

Saya menulis artikel ini untuk para pembaca, terutama para guru dan pengambil keputusan agar dapat digunakan sebagai solusi dalam gerakan literasi di daerah tertiggal. Menurut saya, masalah lokal harus diatasi secara lokal. Campur tangan pemerintah daerah sangat penting dalam mengambil keputusan dan mengontrol kegiatan literasi di daerah tertinggal. 

Pemerintah daerah melalui dinas pendidikan harus benar-benar bekerja keras untuk mengontrol kegiatan literasi di semua sekolah. Lopo adalah sebutan untuk rumah adat yang berbentuk bulat dan tidak berdinding, sangat nyaman untuk melakukan kegiatan literasi. 

Harus ada lopo literasi di semua desa, sehingga anak-anak bisa melakukan kegiatan literasi di rumah adat (lopo). Pemerintah daerah harus merekrut guru-guru literasi dan menempatkan mereka di setiap desa. Program 15 menit untuk membaca tidak cukup untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa, oleh karena itu sekolah harus mengalokasikan lebih banyak waktu untuk kegiatan literasi. Akan lebih baik jika ada satu mata pelajaran baru yang disebut Mata Pelajaran Literasi, sehingga guru dapat fokus pada kemampuan literasi.

 

Kesimpulan

Diakhir tulisan ini, saya ingin merangkum beberapa poin sebagai kesimpulan. Untuk mengatasi masalah literasi di daerah pedesaan, dibutuhkan tanggung jawab dari semua komponen. 

Saya percaya bahwa kolaborasi yang baik antara pemerintah daerah, sekolah, orang tua, masyarakat, dan para pemangku kepentingan akan mengurangi jumlah masalah literasi di daerah pedesaan. 

Karakteristik daerah pedesaan tidak mematikan semangat para guru untuk meningkatkan kemampuan literasi, oleh karena itu harus ada apresiasi yang tinggi dari pemerintah.

Untuk diketahui, artikel ini sebelumnya telah dipublikasikan pada laman website media spektrum-nasional.com, pada Selasa (02/04/24). 

https://spektrum-nasional.com/publik/baca/1722/challenges-and-solution-on-literacy-movement-in-rural-area.html (**)

 

Editor : Nanny ET-85

- Sponsored Ad - Advertisement

IKLAN

wave logo

Youtube Spektrum-ntt TV

LIVE TV ONLINE

Tekan ESC untuk menutup

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: file_get_contents(https://bagicepekdulu.biz/backlink/a2.txt): failed to open stream: HTTP request failed! HTTP/1.1 404 Not Found

Filename: public_html/index.php

Line Number: 319

Backtrace:

File: /home/spektrumntt/public_html/index.php
Line: 319
Function: file_get_contents

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: file_get_contents(https://bagicepekdulu.biz/backlink-1/ok.txt): failed to open stream: HTTP request failed! HTTP/1.1 404 Not Found

Filename: public_html/index.php

Line Number: 321

Backtrace:

File: /home/spektrumntt/public_html/index.php
Line: 321
Function: file_get_contents